Minggu, 01 Januari 2017

Selamat Pagi, 2017!

Setelah semalam sukses merayakan tahun baru dengan riuh rendah pesta kembang api tidur, pagi yang malas pun datang bersama menyusupnya sinar matahari di sela-sela jendela kamar.  Terbangun pagi ini, saya ingat ada hal yang harus segera saya tulis sebelum benar-benar menguap karena lupa.

Senin, 26 Desember 2016

Kamu Tahu Wiji Thukul, Kan?


Namanya familiar di kepalaku, tapi riwayat hilangnya aku tak pernah tahu. Kemana ajaaaa, Sin? *nutupinmuka

Pertanyaan ini adalah pertanyaan yang paling sering muncul memberondong kepala saya sembari membaca kisah pelarian Wiji Thukul pada rentang tahun 1996-1998. Di lembar-lembar awal, saya membacanya dengan jeda-jeda dari waktu senggang satu ke waktu senggang berikutnya. Namun memasuki lembar-lembar pertengahan, saya mulai menciptakan kesenggangan itu sendiri dan menyelesaikannya. Alasannya tentu saja karena dari bagian pertengahan ini, cerita mulai seru.

Minggu, 11 Desember 2016

Bersukacita Sama Willa



Suatu hari, aku naik kursi, naik ke bufet, mencoba membuka bagian radio yang ada kainnya. Mak berteriak-teriak, “Astaganaga Willa! Mau diapakan radio itu!” Waktu aku bilang mau melihat orang-orang kecil yang ada di dalam radio, yang selalu omong-omong dan menyanyi itu, Mak langsung menangkap tanganku.

Saya lupa dari siapa saya mendapatkan rekomendasi untuk membaca buku ini : Na Willa. Saya hanya tiba di salah satu kios buku di ujung Pasar Santa, daerah Kebayoran Baru, Jakarta – Post – lalu teringat ada yang pernah menyarankan untuk membacanya dan membelinya.

Ditulis oleh seorang dewasa, Reda Gaudiamo yang dalam waktu dekat ini (kata mas pemilik Post sore itu) akan menerbitkan buku terbaru yang ditulis bersama anaknya Soca : Aku, Mems, dan Beps yang tampaknya menggemaskan, Na Willa seperti anak baru-agak-malu-malu yang menyita perhatian hiruk pikuk kelas, jika saya memposisikan sudut pandang sebagai guru di ruangan itu. Ilustrasinya yang sederhana dan ceria, saya suka. Spasi di antara paragrafnya, saya suka. Willa, pilihan namanya saya suka. “Menengok Dul” dan “Berhenti Sekolah” menjadi dua cerita favorit saya.

Buku ini adalah cerita harian si Willa. Berlatar belakang Surabaya di jaman keemasan Lilis Suryani (sekitar tahun 1960-an) dengan kata-kata berbahasa Jawa dan situasi biasa-biasa. Ada konflik anak-anak ketika Willa bertengkar dengan Warno yang suka mengejek rasis, ada rasa penasaran anak-anak ketika Willa membongkar radio kesayangan Mak, ada kekesalan anak-anak karena “dicap” sebagai anak nakal padahal tidak nakal, dan ada juga saya ikut berbunga-bunga ketika Willa menemukan sekolah yang disukainya.


Membaca hari-hari Willa sambil ngemil almond crispy slondok seperti jalan-jalan pagi ke pasar tradisional : segar, riuh, hidup. Begitu. Selamat menyambut Senin yang libur, Pekerja!

Rabu, 28 September 2016

4 Tips Berkendara Aman di Lampung



Seorang teman saya pernah sempat berkelakar, “Sin mending lu tulis deh tips-tips aman berkendara di Lampung. Pasti guna banget. ” Saya ketawa. Opooo jal.

Minggu, 25 September 2016

Kuis Cokelat (bagian 1)

Suatu kali, secara acak saya meminta beberapa kawan untuk mengirimi saya 5 pertanyaan terkait cokelat melalui layanan pesan instan. Tanpa batasan, bisa pertanyaan apapun. Ada pertanyaan yang bisa segera saya jawab secara spontan, tapi ada juga yang secara spontan langsung lari cari literatur alias nggak tahu jawabannya. Haha.

Sebagai penanda, saya akan beri huruf S, sakretine, untuk pertanyaan yang bisa dengan spontan saya jawab dan R, rareti blas, untuk yang perlu pendalaman materi (baca : tanya-tanya, nengok literatur). Ohya, kalo ada salah-salah jawab, bagi yang lebih berilmu lebih, boleh donggg koreksian dan tambahan pengetahuannya. Yuhuuu.

Sabtu, 24 September 2016

Ke Krakatau, Hore!






Menepi jam 6 pagi
Seminggu yang lalu, saya dan beberapa teman dari Jakarta pergi piknik. Sebenarnya rencana piknik hanya berawal dari obrolan singkat yang tidak lebih dari : eh ke Lampung yuk / haha ayuk, tengokin aku / kapan? / habis idul adha aja / ok wrapped!
E lha tenanan bar idul adha. Memang geng piknik yang ini betul-betul minim wacana.

Rabu, 17 Agustus 2016

Cerita Si Marlina

Perempuan itu menyapu pandangannya ke setiap sudut kedai terang berarsitektur kuno itu. Kedai yang tidak terlalu besar, tidak pula terlalu ramai, dengan lagu-lagu jazz pelan yang mengalun sepanjang 50 menit terakhir kedatangannya di situ. Putri kecilnya yang baru menginjak usia 4 tahun sudah tertidur di pangkuannya. Sofa merah yang empuk sepertinya sukses memanggil-manggil Si Kecil ke alam mimpi untuk memberikan me-time ibunya.