[lanjutan]
fiuh |
Ini baru
cerita menuju kebun kopi. Belum kisah jalan pulangnya. Jadi ketika di atas
gunung, hujan turun deras sekali. Sudah terbayang di benak saya bagaimana
licinnya jalan pulang nanti. Dan benar saja. Beberapa korban terpeleset unjuk
gigi, saya sendiri sempat terjerembab sekali bertumpu lutut, sekali terjun
bebas sampai harus menggapai rumput liar untuk menghentikan plesetan, dan
beberapa kali harus lari-lari karena ketidakmampuan
mengendalikan rem kaki lalu berakhir dengan melompat ke rerumputan terdekat
untuk menghentikan laju. Sebagian besar dilakukan dengan kemayu sambil bawa
payung ungu. Haha. Untuk jalan pulang ini, saya hanya sekali naik motor selama
5 menit terakhir. Prestasi!
3. Makan siang
Makan siang
adalah bagian terbaik dari piknik kopi ini. Ini dia makan siangnya.
amazing lunch |
Maka
Kawan-kawan, nikmat Tuhan yang mana yang kau dustakan?
Ini pertama
kali saya makan kecombrang, yang sensasinya bertahan hingga 6 jam setelahnya
terlebih kalau bersendawa. Rasanya asam-asam lucu, segar, dan saya memakan
kecombrang cocol sambal terasi dengan sesekali tutup mata (saking bahagianya). Lalu
lele goreng, buntil, sambal trasi, labu siam, rebusan daun singkong, sayur
jantung pisang, daaaan nasi tiwul.
SURGAAAAAAAAA.
Juara banget
menu makan siangnyaaaa. Ayam kentaki atau holikow lewaaaaattttt.
4. Air terjun
Sinar Tiga
Berkat alam
yang dikenalkan Hasti dkk lewat trip ini adalah air terjun. Air jernih, udara
dingin sejuk, dan segelas kopi petik merah panas. Apa lagi? Ah ya, pasangan
hidup #eh.
Perjalanan
menuju titik air terjun ini cukup panjang (untuk yang tidak terlatih jalan
kaki) yaitu selama 30 menit melewati kebun kakao dan hutan rimba lengkap dengan
tanaman liar, ular bergelantungan (ular yang cantik, asal nggak mendekat),
serta batang-batang pohon yang tumbang tercerabut sampai akarnya. Saya sendiri
bahkan bertanya 2 kali “Ini masih berapa hari lagi mbak sampai air terjunnya?”
dengan muka letih sambil pijet-pijet kaki untuk mengaburkan keluhan “Mbak kok
jauh banget sih”. Haha. Tapi ya akhirnya sampai juga.
5. Kesimpulan
Menggenggam hangatnya kopi di tangan |
Begitulah
akhir pekan saya kemarin, 12 Maret 2016. Catatan dari saya selaku peserta cemen
adalah :
a)
Bawalah air putih di tumbler sendiri, karena
kalau kelelahan di tengah jalan, nggak ada dayang-dayang yang sukarela datang
untuk menyodori air minum ;
b)
Bawalah payung. Oke ini memang super cemen,
tapi lebih baik antisipasi kan? Biasalah, golongan darah A. Hahah. Oh atau
kalau ada mantel, itu lebih baik ;
c)
Minimal seminggu
sebelum piknik, biasakan jogging
setiap pagi atau sore. Trust me, it helps.
Paling tidak, kaki Anda tidak harus meronta-ronta minta pijat keesokan harinya;
d)
Sandal
gunung atau sepatu hiking, pokoknya yang bisa membantu Anda menjejak tanah
licin dengan mantap. Hindari sandal jepit, karena sekalipun sandal jepit anda
seharga lembaran uang biru, pada akhirnya Anda cuma akan menentengnya kalau cuacanya
seperti yang saya kemarin. Tapi kalau cuaca berpihak pada Anda, jangan lupa
sujud syukur setelah sampai di bawah lagi dengan selamat.
e)
Baju ganti.
Karena ajakan air terjun untuk direnangi terlalu menggoda #sigh;
f)
Kamera yang
bagus dan case yang aman.
Kamera itu pilihan, tapi case yang
aman itu kewajiban. *loh
g)
Info tambahan : Trip ini seharga Rp 200.000,
seharian penuh dari jam 7 pagi sampai jam 8 malam.
Terima kasih
Hasti dkk. Keep evaluating and growing
ya!
Kecombrang ki opo to tuk?
BalasHapusgoogling vi..wakakak..asem-asem enak ngono rasane
BalasHapus