Reza |
Satu. Mereka
menyewa sebuah rumah kuno berarsitektur Belanda dengan bagian belakang rumah
yang masih dalam rekonstruksi. Pintu, jendela, dan kursi anyam yang mereka
pilih untuk interior kedai sungguh sangat “rumahan”. Ada sebuah meja bar
panjang dari kayu sebagai tempat untuk melakukan aktivitas seduh kopi di dalam
rumah, dan sebuah rak buku anyam menempel di salah satu sudut rumah. Pintunya
bercat hijau pastel, menambah ke-old
school-an tempat ini. Haha.
Dua. Lalu
lalang kendaraan tidak terlalu banyak, cocok untuk tempat melarikan diri dari
hiruk pikuk keruwetan masalah apapun tapi masih di tengah kota.
Add caption |
Tiga.
Halaman yang luas bisa buat main engklek, sangat nyaman membawa anak-anak
datang dan membiarkan mereka main kejar-kejar (anake sopoooo?).
Nah itu
tentang kedainya. Sekarang tentang seduhannya, saya mulai dari kedua pemilik
utamanya yang nyentrik. Satu masih mahasiswa, namanya Reza Ampas (masih sibuk
kuliah dan belum sempat saya tanya kenapa nama panjangnya itu) dan Huda (pernah
kuliah 6 tahun di UIN Jogja). Konsep kedai kopi mereka adalah kedai seduh
manual atau manual brewing, dengan menu makanan yang berupa snack ringan teman
ngobrol. Yup, karena konsep rumahan inilah mereka pun mengusung budaya ngobrol
sambil ngopi yang nyaman. Hemm...bolehlah.
Kopi pertama
saya di Kedai Anak Lanang adalah Arabika Kerinci. Saya pilih karena belum
pernah minum . Kebetulan saya juga lagi pusing cari sebuah kontak orang Jambi
untuk suplai kayu manis (baru tau ternyata Kerinci menjadi daerah pemasok kayu
manis yang lumayan besar juga di Indonesia), jadi kok ya pas aja malah ketemu
kopi Kerinci.
Pour over |
1:14 | fast pouring | 2 menit 10 detik | first blooming 30” | grind size 3,5.
Enjoy like a
home!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar