Selasa, 10 September 2013

Waktu Mereka Ikut Lomba


Akhir April lalu, saya berkesempatan mengajak anak-anak murid saya yang lolos ke tahap semifinal sebuah lomba sains ke ibukota Kabupaten Paser, Tana Paser. Babak semifinal ini adalah lanjutan dari babak penyisihan tingkat kecamatan yang sudah diadakan sebulan sebelumnya. Secara mengejutkan, 14 dari 22 murid yang ikut seleksi tingkat kecamatan lolos ke babak semifinal. Dan jadilah kami beramai-ramai menginjak ibukota kabupaten nan ramai dan gemerlap.
Jarangnya mereka menginjak daerah perkotaan betul-betul membangkitkan rasa penasaran mereka yang terpendam. Jalan-jalan di malam hari menikmati kota menjadi satu pilihan hiburan aman saya untuk melepas lelah mereka setelah perjalanan jauh dengan mobil desa yang disertai muntah massal.
Di ibukota kabupaten ini ada satu tempat menarik yang sering saya dengar disebut dengan MTQ. Bangunannya bercat ungu dengan serambi di kedua pingginya dan lapangan keramik terbuka di tengahnya, hampir seluas lapangan sepakbola. Ketika malam tiba, tempat ini menjadi pusat kegiatan anak muda yang dinamis. Malam itu, saya melihat anak-anak begitu tertarik memperhatikan sekumpulan anak muda yang berjoged dengan radio tape yang memutar musik bergenre RnB. Tak jauh dari situ, kumpulan muda-mudi lain sedang latihan tari juga. Tak tertinggal kapoera, dimana saya dan anak-anak sempat minta diajari satu gerakan dasar oleh mereka. Fun!
Bertandang ke kota kabupaten mengiring anak-anak yang super penasaran menjadi keasyikan tersendiri bagi saya. Bagaimana tidak? Banyak hal yang tak tertangkap di sudut mata mereka di desa, sehingga membuat kunjungan ini begitu punya makna. Anak-anak ini bahkan sudah bangun sejak jam 3 pagi di hari H lombanya dan sudah rapi jali di kala gurunya yang satu ini baru memicingkan mata untuk mengenali datangnya matahari.
Sebulan kemudian, yaitu bulan Mei, pengumuman peserta yang lolos babak final pun datang. Dengan hati berdebar saya cermati nama-nama peserta yang lolos. Namun nasib baik belum juga datang, tak satu pun dari nama-nama itu terdengar familiar bagi saya. Empat belas mutiara kecil saya belum berkesempatan pergi ke tanah Jawa. Sedih, jelas iya. Tapi ketika mengabarkan hal ini pada mereka, saya tiba-tiba terkesiap sendiri.
Bukan, bukan titel kemenangan yang mengisi binar mata itu. Binar-binar mata itu berisi hari-hari ketika kami belajar bersama di sawah, di kelas, berjalan-jalan di sekitar sekolah, melakukan percobaan, perjalanan panjang ke Grogot untuk mengikuti lomba semifinal, dan lain-lain. Kemenangan adalah hal yang sangat baik. Dan tentu saja, menyenangkan. Tapi ketika berhasil mengalahkan ego masing-masing dan mau berrela hati untuk tinggal di sekolah sementara teman-temannya yang lain sudah pulang, selama berhari-hari, saya menyadari bahwa titel juara sudah melekat saat itu juga pada mereka.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar