Ada kalanya ketika kita
menginjak usia tertentu, usia itu menjadikan kita serba salah. Namanya usia
tanggung. Jelas, bukan botol air mineral saja yang punya kemasan ukuran
tanggung, nyatanya usia juga.
Mau ikut
acaranya PEMUDA : udah ketuaan.
Mau ikut
acara orang DEWASA : terlihat paling muda sendiri.
Setelah
menunda penasaran sebanyak 2 pekan, akhirnya hari ini bisa menyempatkan diri
untuk ikut kegiatan di Sekolah Tani Muda. “Muda” di sini, setelah saya pahami
lebih jauh, sepertinya lebih ditujukan kepada para PEMUDA dalam rentang 18-25
tahun. Sementara, karena posisi umur saya berada di angka yang paling ujung, yaitu
18, maka saya sempat mengalami krisis identitas sesaat. Bagaimana tidak?
Semua orang yang datang rata-rata mahasiswa. Saya juga dulu mahasiswa. DULU.
Tapi
terlepas dari masalah umur, saya senang hari ini datang ke forum kecil itu dan
belajar tentang hal baru yang saya belum pernah tahu. Mungkin sebagian dari
Anda akan kaget kalau saya bilang hal baru tersebut adalah tentang membuat
pupuk dengan bantuan cacing dan cara menanam padi. Haha. Tapi betulan, saya
belum pernah mengetahuinya, apalagi melakukan prakteknya. Walaupun hari ini
baru sesi kelas, saya harap ada kelanjutan ilmunya tidak putus sampai semua
peserta bisa praktek sendiri di rumah masing-masing. Amin. Ini sedikit
rangkuman yang saya catat dari sesi singkat yang saya ikuti pada Sabtu, 1
November 2014 lalu.
1.
Membuat
Pupuk kascing (beKAS caCING)
Seumur-umur saya yang
kurang pergaulan ini, istilah kascing ya baru saya dengar sekali ini. Dengan
memanfaatkan hasil sekresi cacing sebagai zat-zat penyubur tanah, pupuk jenis
ini relatif mudah dibuat dari bahan-bahan organik di sekitar kita. Tanah,
cacing, dan sisa bahan makanan menjadi bahan penyusun utama pupuk ini dengan
formula 1:1 (tanah:cacing). Artinya, jika ingin membuat 1 kg pupuk, maka harus
ada 1 kg cacing sehat di dalamnya. Menurut narasumber pupuk kascing, mas Sohib,
cacing yang paling bagus untuk melakukan pekerjaan urai-mengurai ini adalah
jenis cacing Lumbricus yang menurut
sebagian orang, jenis cacing ini adalah jenis cacing “doyan makan”, sehingga dapat
mempercepat proses penguraian bahan organik dan menghasilkan pupuk dengan mutu yang
bagus.
Meskipun begitu, semua
jenis cacing selain Lumbricus tetap
masih dapat digunakan untuk pembuatan pupuk ini. Lama pembuatan pupuk kascing
hingga siap pakai rata-rata adalah satu hari, Sebelum dapat digunakan, campuran
bahan pembuat pupuk tadi dipisahkan dari cacing dan bahan organiknya, hingga
menyisakan tanah saja (sebagai pupuk yang siap pakai). Kemudian untuk pemberiannya
pada tanaman, perbandingan yang diterapkan antara media tanam, tanah sekitar bamboo,
dan pupuk adalah 60:20:20.
Tertarik
mencoba sendiri?
2.
Selepas
istirahat siang, kelas dimulai kembali dengan sesi pengetahuan tentang padi.
Pembicara di sesi ini
mengingatkan saya tentang tipikal forum diskusi di kota kelahiran saya ini :
santai, idealis, tapi realistis. Lupakan tentang bahasa pengantar yang resmi
dan gaya penceritaan yang persuasif, kelas kecil tentang padi ini menarik apa
adanya. Mas Agus, nama si pembicara itu, bercerita tentang aktivitasnya di
dunia perpadian hingga mempunya spesifikasi bibit padi sendiri dan bahkan teknologi
penanamannya sendiri yang ia sebut “Tapak Macan”. Disebut demikian karena tunas
padi yang ditanam di sawah dibuat ber-grup seperti 3 buah batu bersusun
membentuk serupa segitiga yang menghadap ke arah utara.
Dalam beberapa buku,
visualisasi seperti ini seringkali digunakan untuk menggambarkan telapak kaki
hewan. Metode tanam seperti itu diyakini lebih kokoh karena di dalam tanah,
akar-akar padi bertautan dengan erat. Jarak tanam per grup tunas padi yang
digunakan dalam teknik menanam-nya mas Agus ini juga berbeda, yaitu 30 cm,
sementara biasanya hanya 20-25 cm. untuk menanamnya pun menggunakan bamboo sehingga
jarak tanam bisa seragam dan rapih, dengan
legowo sepanjang 45 cm (legowo = jarak tanam setelah melakukan 3 kali
penanaman tunas berjarak 30 cm).
Bibit padi yang digunakan
mas Agus juga berbeda dengan bibit padi kebanyakan yang sudah merupakan bibit
padi hibrida. Alih-alih menggunakan jenis bibit hibrida, mas Agus mengembangkan
bibit galur murni yang nyata memberikan beberapa kelebihan yaitu lebih tahan
terhadap hama yang menyerang serta hasil bijinya yang berjumlah 3-4 kali lipat
lebih banyak daripada hasil biji padi-padi hibrida pada umumnya saat panen.
Saya
senang bisa ikut kelas singkat ini walaupun baru datang sekali. Sekolah Tani
Muda ini konsepnya bagus, semoga bisa lebih banyak lagi orang yang ikut bergabung
dan menyebarkan pengaruh positif yang lebih meluas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar