Relatif sama
seperti kota-kota kabupaten di Pulau jawa (terutama bagian tengah dan timur), Bandar
Lampung memiliki komposisi penduduk mayoritas berparas Jawa (baca : berkulit
gelap manis kayak saya). Meski begitu, logatnya sudah bercampur, tidak terlalu
“medhok”. Di daerah perkotaannya, lalu lintas tidak terlalu padat, lahan kosong
yang dipagari lempengan seng tanpa status jelas bertebaran dimana-mana , tidak
ada bangunan tinggi kecuali beberapa hotel yang tingginya hanya bisa diimbangi oleh
1-2 pusat perbelanjaan , dan pasar tradisional cukup mudah dijumpai. Penunjuk
waktu saya sepertinya habis diputar mundur, membawa saya ke 5-7 tahun silam.
Senin, 27 April 2015
Jumat, 03 April 2015
Sore di Empang
Ada suatu hari dimana aku
sedang punya keperluan untuk bertemu dengan salah satu tetangga tapi berakhir
di sebuah empang dengan mendengarkan Frendi, Ayu, dan adiknya Ayu bercerita
tentang asiknya berburu tude
(kerang, dalam bahasa Bugis).
Frendi
dan Ayu adalah murid di sekolah dimana aku mengajar sebagai guru kala itu. Kami
tinggal di sebuah desa perantauan Jawa dan Bugis bernama Desa Maruat yang
dikelilingi oleh pohon kelapa hijau dan berpetak-petak sawah.
Langganan:
Postingan (Atom)