Ada suatu hari dimana aku
sedang punya keperluan untuk bertemu dengan salah satu tetangga tapi berakhir
di sebuah empang dengan mendengarkan Frendi, Ayu, dan adiknya Ayu bercerita
tentang asiknya berburu tude
(kerang, dalam bahasa Bugis).
Frendi
dan Ayu adalah murid di sekolah dimana aku mengajar sebagai guru kala itu. Kami
tinggal di sebuah desa perantauan Jawa dan Bugis bernama Desa Maruat yang
dikelilingi oleh pohon kelapa hijau dan berpetak-petak sawah.
Kalau ada yang mencari kelapa sawit, minyak, atau batu bara sebagai komoditi unggulan yang jadi favorit ketika membicarakan tentang daerah yang terletak di Kalimantan Timur ini, sayang sekali di desa kami tidak ada yang demikian. Di desa ini, selain kelapa hijau yang dipanjat untuk diambil niranya dan dibuat menjadi gula kelapa serta hamparan sawah, hanya ada sungai-sungai kecil mengalirkan air (ada yang bening dan ada yang kecoklatan warna airnya) dimana anak-anak suka sekali bermandian di dalamnya kalau sore.
Kalau ada yang mencari kelapa sawit, minyak, atau batu bara sebagai komoditi unggulan yang jadi favorit ketika membicarakan tentang daerah yang terletak di Kalimantan Timur ini, sayang sekali di desa kami tidak ada yang demikian. Di desa ini, selain kelapa hijau yang dipanjat untuk diambil niranya dan dibuat menjadi gula kelapa serta hamparan sawah, hanya ada sungai-sungai kecil mengalirkan air (ada yang bening dan ada yang kecoklatan warna airnya) dimana anak-anak suka sekali bermandian di dalamnya kalau sore.
Sama
seperti sore itu. Anak-anak dan para orangtua memilih menghabiskan sore di
rumah masing-masing atau pergi ke kota kecamatan jika ada yang ingin dibeli
sebelum gelap tiba. Aku sendiri, memilih membawa sepedaku dan mengayuhnya dari
rumah keluarga angkatku ke arah empang dan mampir di rumah Ayu untuk bercakap
sebentar dengan orangtuanya. Percakapan itu mengerucutkan hal yang sedang aku
dan ayah Ayu bicarakan, yakni untuk meneruskan perbincangan dengan seorang
kawan yang rumahnya berada di empang. Ohya, biar kujelaskan sedikit apa yang
disebut empang di sini. Kalau dalam pikiranmu bisa kau bayangkan petak-petak
tanah dengan kedalaman 2-3 meter yang tertutup air asin berwarna coklat, maka
daya imajinasimu sudah berada sejalur dengan ceritaku. Empang ini dimanfaatkan
oleh penduduk yang tinggal di situ (dan yang sekaligus punya hak milik atas
empang) untuk mengembangbiakkan udang maupun kepiting. Sering kali juga ada
orang yang datang ke empang membawa alat pancing, yang berarti ada ikan juga
bisa hidup di situ walau tidak dibiakkan secara sengaja.
Singkat
cerita, Ayu dan adiknya pun mengantarkanku ke rumah kawan di empang dan Frendi yang
sedang lewat pun tertarik untuk ikut dalam aktivitas pergi-ke-empang tersebut.
Sambil berjalan berpayung langit teduh dan matahari yang perlahan turun di arah
barat, Frendi, Ayu, dan adiknya mengoceh tentang pengalaman mereka mencari
ikan, tude, udang, dan entah apa
istilah hewan lainnya yang mereka temukan di tempat itu. Saat itu beberapa
petak empang tidak terisi air, jadi dengan enaknya anak-anak itu berlarian naik turun empang. Hingga
ketika kami jalan pulang, Frendi menemukan seekor hewan aneh yang tampak tak
bergerak di atas tanah. Begitu diambil, rupa-rupanya kakinya yang tersembunyi
di bawah badan bergerak-gerak sedemikian lincah.
Aku tidak tahu apa nama
binatang itu, tapi setelah diamati dengan seksama, binatang yang diambil Frendi
tadi jumlahnya sepasang. Mereka sedang saling menempel satu sama lain dan
akhirnya kami menyimpulkan secara sederhana bahwa mereka sedang menikmati sore,
sama seperti kami, dengan pegangan erat enggan berpisah. Frendi mengatakan akan
membawa pulang binatang itu. Aku sendiri tidak bertanya untuk apa, karena
menemukan sesuatu yang aneh dan membawanya pulang, itu rasanya bangga. Walau
pada akhirnya, aku katakan pada Frendi untuk membiarkannya hidup di empang
karena di situ rumahnya, seperti rumah dimana Frendi harus pulang setiap
harinya. Berpikir sebentar, lalu dia pun meletakkan binatang itu kembali ke
tanah dan kami pulang walau wajah Frendi masih mengukir ekspresi penuh-harap-bisa-bawa-pulang-hewan-itu.
Haha.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar