Suatu hari, ketika
sedang menunggu seduhan kopi di kedai teman, ada sebuah pesan masuk ke ponsel
saya. Ngobrol pendek, lalu si pengirim pesan tanya apakah saya suka sastra. Saya
sejujurnya agak bingung mau jawab apa, karena kalau sastra-nya beneran sastra,
saya nggak pernah baca. Ya gimana mau baca, buku Food Engineering sama Mikrobiologi Pangan Pengolahan lebih menarik
sih (haha mbelgedes ndobos banget). Tapi
saya jawab, “Iya dulu suka bikin puisi”.
Dulu sebentar-sebentar
bikin puisi. Tapi semakin ke sini, sebentar-sebentar ngantuk kalau baca implisitnya
kalimat-kalimat romantis dalam puisi. Haha. Saya masih suka puisi, tapi hanya
jika itu lugas, jujur, dalam diksi-diksi sederhana, tapi tepat.
Saya sebenarnya nggak
yakin kalau jawaban saya benar, karena sastra kan bukan melulu puisi ya. Saya tahu
agak salah jawab, karena setelah itu dia tanya,
“Kalau novel?”
Saya bilang, novel
terakhir yang saya baca adalah Orang-Orang Proyek-nya Ahmad Tohari. Kali ini
rupanya lumayan benar jawabnya, karena pembicaraan menjadi mengalir lebih lancar
dan “kaya”. :p
Ah, saya malah tetiba
jadi pingin bikin puisi. Bikin ah.
Jarak bisa mencipta rentetan rindu
Karena itu, terlalu dekat bisa memangkas indahnya rentetan itu
Jarak juga bisa mencipta debar jantung melompat-lompat seru
Karena itu, terlalu dekat bisa memadam keseruan itu
Tentu aku tak bosan secepat itu
Karena sama kamu, jarak itu jadi sejuk yang ditunggu
Karena sama kamu, debar itu jadi rutin yang lucu
Maka itu
Jarak adalah pertaruhan kita
Sampai semampu apa dua anak manusia
Menjaga nyala rindunya
Mengendalikan debarnya
Sampai nanti bertemu muka
Kamu, aku
Bisa nggak ya, sama-sama?
bersama kita bisa tuk. hahahaa
BalasHapussopo je mas e kui? eh mas e kan? hihihihiiii
Suk neng jogja takcritani (2 sasi meneh hahaha)
HapusKak Sinta aku suka banget baca tulisan ini. Jadi pengen ikutan nulis :) -Sri
BalasHapusHaloo..Ini Sri temennya Raras bukan ya? cmiiw hehe. Makasih appraisalnya, Srii. Hayuk nulis sih yuk :)
Hapus