Sabtu, 30 April 2016

Setahun di Lampung (bagian 1)



Selamat setahunan!!
Iya, selamat setahunan di Lampung. Seru banget kota ini. Lain daripada yang lain!!! :D Untuk yang belum pernah ke Lampung dan berencana memiliki karir panjang di Lampung, saya bantu kasih gambaran sedikit nih seperti apa di sini, walau hanya gambaran umum. Boleh percaya boleh enggak, tapi yang pasti ini kumpulan cerita dari apa-apa yang saya temui dan alami selama setahun ke belakang. Mariii...

Parkir dimana-mana, dimana-mana parkir
Yap, bahkan nongkrongin motor sendiri 10 menit nungguin pesenan jus 2 biji tetep harus parkir. Karena tukang jusnya sebelahan sama warung nasi yang banyak orang parkir. Huahaha. Di beberapa tempat tertentu kalau dikasih 1000 nggak puas, mintanya 2000 dan kadang dengan nada memaksa atau bikin saya merasa bersalah “yaudah kalau nggak mau bayar juga nggak apa-apa mbak” tapi dengan muka atos ngajak berantem. Tapi tenang, tempat yang ke-2 ini jarang-jarang kok. Kalo cuma pas apes aja dapetnya. Just call me “pelit” or whatever, but it’s not that 1000 you ask that make me sick. It’s because of how you ask me to.
Oh iya, ada lagi yang lebih apes. Saya pernah datang ke sebuah acara ulang tahun Lampung, parkir motornya 10.000. Seriusan! Itu pun di karcisnya, angka 10 adalah hasil coret-coret dan sebuah angka tunggal. Bayangin aja ada 100 motor dalam sehari. (sayang banget foto karcis itu udah hilang padahal harusnya bisa bikin status trus mention ke walikota biar ala-ala warga Bandung ke Kang Emil. Hiks)

Sayangku PLN ku
Kalau salat wajib ada 5 waktu, pemadaman bergilir ada 3 waktu. Kalo salat total butuh waktu 5x10 menit, sekitar sejam, total pemadaman bisa sampe 3x3 jam atau 9 jam rekor terlama yang pernah saya alami. Pemadaman listrik bergilir sudah seperti makanan sehari-hari, cemilan di kala stres yang bikin tambah stres kalo lagi kejar deadline kerjaan dan membuat konsumsi BBM meningkat tajam untuk keperluan bahan bakar genset. Saya pernah tinggal di Kalimantan di daerah semi terpencil yang listrik alhamdulillah sudah masuk, padamnya juga nggak gini-gini amat bahkaan.
Lalu, salah PLN?
Saya sempat debat (sekaligus dimarahi L) oleh salah seorang teman ketika bertanya tentang fenomena perlistrikan Lampung ini. Topiknya dimulai dari pertanyaan saya tentang demo kecil masyarakat Lampung yang menuntut perbaikan kelistrikan yang berlangsung belum lama ini. Dari jaman batu sampai jaman 16 tahun lewat titik nol abad milenium ini, angka pemadaman listrik masih gila-gilaan. Alasannya satu : Lampung defisit daya. Jelas, masyarakat gak mau tau. Taunya masyarakat bayar dengan patuh, listrik nyala, semua gembira.
Tapi di balik itu, ternyata banyak kepentingan anu-ini-itu-ono yang bermain. Dari salah satu informasi yang saya pernah baca, pemadaman bergilir ya akan terus dilakukan sampai defisit daya di Lampung terpenuhi. Bagaimana caranya agar terpenuhi? Caranya ya dengan mendistribusikan kelebihan daya dari pembangkit di Palembang ke Lampung. Ternyata, jalur distribusi listrik ini harus melewati salah satu lahan perkebunan perusahaan *ehem* penghasil pemanis besar di Lampung yang tidak meloloskan adanya pembebasan sebagian lahannya untuk dibuat jalur distribusi (sumber yang lumayan both side bisa dilihat di http://www.beritasatu.com/nasional/355392-protes-pln-warga-bandarlampung-gelar-aksi-seribu-lilin.html)
Saya sebagai pendatang sih berdoa aja supaya pihak-pihak yang merugikan kepentingan umum itu sadar. Atau doa yang satunya lagi, semoga PLN dapat cara yang lain buat menstabilkan listrik Lampung. Segera. Amin.

Awas, Mbak di sana rawan loh!
Jangan heran dengan kalimat ini ketika Anda di Lampung. Ya, memang benar banyak tempat “rawan”, apalagi kota berplat BE 64 L ini. Bahkan di tengah kota, bisa ada kasus penembakan polisi dan kisah kehilangan kendaraan motor saat beli kripik.
Peringatan macam itu bukan berarti harus membatasi pergerakan, tapi untuk ingat agar selalu waspada dimana saja. Ngeri juga melihat kasus-kasus dan gaung peringatan orang-orang sekitar, bikin takut kemana-mana. Tapi kalau Cuma diem di kosan, gimana berkembangnya? Yaudah, prinsip saya mah : Hati-hati, waspada, jaga diri, pelajari area sepi dan jam aman pergi-pergi sendiri. Yang belum saya terapkan sayangnya tinggal belajar bela diri. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar