Minggu, 01 Januari 2017

Selamat Pagi, 2017!

Setelah semalam sukses merayakan tahun baru dengan riuh rendah pesta kembang api tidur, pagi yang malas pun datang bersama menyusupnya sinar matahari di sela-sela jendela kamar.  Terbangun pagi ini, saya ingat ada hal yang harus segera saya tulis sebelum benar-benar menguap karena lupa.


Jadi, 2 malam yang lalu, saya berkunjung ke sebuah kedai kecil milik teman di bilangan Gang PU, Bandar Lampung, bernama Kedai Pacar Hitam. Ini pertama kalinya saya datang ke sana, setelah hampir 2 bulan tempat ini dibuka oleh pemiliknya, namanya Ari. Tempat ini sangat maskulin kalau kata saya, terlihat dari pilihan warna dan ornamen penyusun kedainya sendiri. Hitam dan merah, dengan gambar pohon berdaun biji kopi warna warni di salah satu dindingnya dan deretan foto hitam putih Soekarno di sisi dinding yang lain. Kursinya tidak banyak, salah satu yang unik adalah bahwa Bang Ari (saya panggil dia Bang, sementara dia istiqomah panggil saya yang imut ini dengan Mbak) memanfaatkan tong plastik bekas yang dicat ulang sebagai pengganti sebagian kursi di tempat itu. Sebuah rak buku kecil terpasang di dinding sebelah gambar pohon kopi warna warni, saya longok isinya buku politik dan pergerakan semua, jadi sementara saya memilih melipir dulu ke meja bar ;p.

Malam itu dia hanya punya 3 macam biji di meja bar. Arabika Kerinci, robusta Lampung dari Liwa, dan house blend untuk membuat minuman espresso-based campur susu. Bang Ari menyangrai sendiri biji kopinya, dan hari itu pertama kali saya dibuatkan kopi sama dia. Ini langka, karena saya jarang sekali ketemu sama pak dosen yang sudah buka kedai di 2 tempat dan super sibuk ini. Haha! Ini juga kali pertama saya dapat kopi yang diseduh lama sekali. 6 menit di V60, bayangpun! Kata Bang Ari, untuk mengeluarkan flavor tertentu, kuncinya ada di penuangan awal dan lama ekstraksi (dan tentu saja tidak melupakan faktor-faktor yang lain seperti suhu dan ukuran giling). Kalau dibayangkan, 6 menit artinya ekstraksinya cukup lama kan ya, tapi ternyata bisa dibuat hasil ektraksinya tetap ringan dengan beberapa cara. Pengetahuan dasar yang saya ingat adalah :

1.       Untuk 225 gram hasil akhir ekstraksi, penuangan pertama dilakukan 40% nya dulu yaitu sekitar 90 gram. Dari 90 gram ini, putuskan mau mengeluarkan notes dominan asam atau manis, karena 90 gram itu akan dibagi menjadi 2 kali penuangan dengan porsi yang berbeda (misal : 40g di 30 detik pertama, lalu 50g di 30 detik ke-2, dan sebaliknya). Untuk mengeluarkan rasa asam, bagian penuangan awal diperbanyak, sedang untuk mengeluarkan rasa manis, mulailah penuangan awal dengan bagian 1 yang lebih sedikit daripada bagian 2. Pusing kan? Iya pusing. Saya saja pusing mendengarkannya. Untuk seduhan kemarin sih flavor manis-nya yang dicari.
2.       Setelah penuangan awal, sisanya kan 135 gram ya. Nah itu bisa dibagi menjadi  5 kali tuang dengan per tuangan 25 gram per 1 menit ekstraksi. Ketika menuang pun, perlu diingat untuk meminimalisasi agitasi atau pengadukan berlebih yang bisa terjadi juga dari gerakan menuang yang kelewat cepat atau semangat. Jadi menuanglah dari tepi dengan jarak tuang tidak terlalu tinggi. Perkolasi bisa jadi pilihan, tapi kalau nggak ahli-ahli banget malah bikin ekstraksinya nggak rata.
3.       Perhatikan bagian titik-titik berwarna putih (kalau saya lihatnya mirip seperti gelembung, nanti deh kapan-kapan liat lagi. Serius ini susah buat saya haha) di permukaan kopi yang ternyata bukan gelembung, tapi gula. Hentikan ektraksi ketika warna putih sudah habis agar ekstraksi tidak berlanjut dan hanya meneteskan rasa pahit.

Saya seneng kalau bertemu orang yang suka cerita dan nggak pelit ilmu macam Bang Ari ini. Walaupun yang dia hadapi adalah konsumen pemula, tapi rasanya seperti ngobrol biasa. Ohya, kopi Kerinci malam itu asamnya sedang (bukan asam lemon atau sitrus, saya lupa sebutannya apa kemarin Bang Ari bilang), sedikit rempah. Baru saya tahu kemudian seharusnya ada flavor kayu manis sebagai flavor rempah spesifiknya.



Mengingat 2 bulan terakhir saya lebih sering absen bertemu dengan kopi dan percakapan-percakapan semacam ini karena satu dan lain hal, cerita ini jadi salah satu penutup yang baik di penghujung tahun 2016 saya. Memang bicara sama orang yang mencintai apa yang dilakukannya itu beda rasanya. Ia megeksplorasi tanpa lupa berefleksi dan membagi tanpa terdengar menggurui. Itu.   

1 komentar: