-3
September 2014-
Hari
ini saya bertemu seekor Doberman.
Iya,
pertamanya saya takut setengah mati karena harus masuk ke sebuah rumah yang
ketika saya masih di depan pagarnya, suara galak seekor anjing dari dalam sudah
terdengar nyaring. Begitu pagar dibuka, langsung tahan nafas! Seekor Doberman coklat
bertampang galak menyambut. Namun ternyata di balik tampang dan gonggongannya
yang galak, anjing ini pemalu. Gertak sedikit, mundur. Saya sempat
bertanya-tanya dalam hati, ini betul anjing spesies Doberman atau Doberman berhati
angora?
Saya
berada di rumah tersebut selama beberapa jam. Tidak ada berisik suara
gonggongan sama sekali. Lalu waktu saya pulang, anjing itu sedang duduk tenang
di jalan menuju motor saya. Melihat saya dan pemilik rumah datang, anjing
tersebut langsung menyingkir. Setelah saya mengeluarkan motor dari pagar rumah,
saya ingat ada sesuatu yang tertinggal dalam dan harus masuk lagi untuk
mengambilnya. Dan si Doberman itu? Dia ada di posisi yang sama saat saya keluar
tadi, dan lagi-lagi dengan sukarela menyingkir karena saya mengisyaratkan akan
melewati posisi nyamannya.
Melihatnya,
saya jadi ingat film Hachiko yang sukses membuat saya mimbik-mimbik (posisi kritis tepat sesaat sebelum air mata keluar
dari kantongnya) hingga akhirnya menangis terharu. Doberman yang biasanya
diwaspadai sebagai anjing pelacak berbahaya, di rumah ini dia bagaikan seekor
kucing berbulu anjing. Tidak ada yang salah, yang ada hanya kesadaran yang
bertambah bahwa lingkungan sekitar senyatanya membentuk karakter dalam diri
setiap individu. Hachiko tidak pernah meninggalkan kebiasaannya untuk menunggu
majikannya keluar dari pintu stasiun kereta dan berjalan pulang berdampingan,
bahkan hingga tuannya itu mengalami musibah dan meninggal. Kata orang-orang,
itu karena pada dasarnya anjing memiliki sifat dasar yang setia dan cukup
pintar untuk menerima perlakuan-perlakuan yang bersifat pembiasaan.
Terbiasa
dengan hidup nyaman membuat si Doberman pun tak perlu pusing-pusing bernafsu
memburu penjahat. Meskipun begitu, sebelum saya pergi dari rumah itu, melihat
si Doberman sejenak berputar-putar di halaman rumah.
“Ia mungkin
mencari. Mungkin juga tidak. Baginya majikannya-lah hidupnya, jantungnya,
darahnya. Se-penuh hati itu bisa diberikan oleh seekor binatang, bagaimana
mungkin manusia berjuang hanya setengah-setengah?”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar