Namanya familiar di kepalaku, tapi riwayat hilangnya aku tak pernah
tahu. Kemana ajaaaa, Sin? *nutupinmuka
Senin, 26 Desember 2016
Kamu Tahu Wiji Thukul, Kan?
Minggu, 11 Desember 2016
Bersukacita Sama Willa
Suatu hari, aku naik kursi, naik ke bufet,
mencoba membuka bagian radio yang ada kainnya. Mak berteriak-teriak, “Astaganaga
Willa! Mau diapakan radio itu!” Waktu aku bilang mau melihat orang-orang kecil
yang ada di dalam radio, yang selalu omong-omong dan menyanyi itu, Mak langsung
menangkap tanganku.
Saya lupa
dari siapa saya mendapatkan rekomendasi untuk membaca buku ini : Na Willa. Saya
hanya tiba di salah satu kios buku di ujung Pasar Santa, daerah Kebayoran Baru,
Jakarta – Post – lalu teringat ada yang pernah menyarankan untuk membacanya dan
membelinya.
Ditulis
oleh seorang dewasa, Reda Gaudiamo yang dalam waktu dekat ini (kata mas pemilik
Post sore itu) akan menerbitkan buku terbaru yang ditulis bersama anaknya Soca :
Aku, Mems, dan Beps yang tampaknya menggemaskan, Na Willa seperti anak baru-agak-malu-malu
yang menyita perhatian hiruk pikuk kelas, jika saya memposisikan sudut pandang
sebagai guru di ruangan itu. Ilustrasinya yang sederhana dan ceria, saya suka.
Spasi di antara paragrafnya, saya suka. Willa, pilihan namanya saya suka. “Menengok
Dul” dan “Berhenti Sekolah” menjadi dua cerita favorit saya.
Buku ini adalah
cerita harian si Willa. Berlatar belakang Surabaya di jaman keemasan Lilis
Suryani (sekitar tahun 1960-an) dengan kata-kata berbahasa Jawa dan situasi
biasa-biasa. Ada konflik anak-anak ketika Willa bertengkar dengan Warno yang
suka mengejek rasis, ada rasa penasaran anak-anak ketika Willa membongkar radio
kesayangan Mak, ada kekesalan anak-anak karena “dicap” sebagai anak nakal
padahal tidak nakal, dan ada juga saya ikut berbunga-bunga ketika Willa
menemukan sekolah yang disukainya.
Membaca hari-hari
Willa sambil ngemil almond crispy slondok seperti jalan-jalan pagi ke
pasar tradisional : segar, riuh, hidup. Begitu. Selamat menyambut Senin yang
libur, Pekerja!
Rabu, 28 September 2016
Minggu, 25 September 2016
Kuis Cokelat (bagian 1)
Suatu kali,
secara acak saya meminta beberapa kawan untuk mengirimi saya 5 pertanyaan terkait
cokelat melalui layanan pesan instan. Tanpa batasan, bisa pertanyaan apapun.
Ada pertanyaan yang bisa segera saya jawab secara spontan, tapi ada juga yang
secara spontan langsung lari cari literatur alias nggak tahu jawabannya. Haha.
Sebagai
penanda, saya akan beri huruf S, sakretine, untuk pertanyaan yang bisa
dengan spontan saya jawab dan R, rareti blas, untuk yang perlu
pendalaman materi (baca : tanya-tanya, nengok literatur). Ohya, kalo ada
salah-salah jawab, bagi yang lebih berilmu lebih, boleh donggg koreksian dan
tambahan pengetahuannya. Yuhuuu.
Sabtu, 24 September 2016
Ke Krakatau, Hore!
Menepi jam 6 pagi |
E lha tenanan bar idul adha. Memang geng piknik yang ini betul-betul minim wacana.
Rabu, 17 Agustus 2016
Cerita Si Marlina
Perempuan
itu menyapu pandangannya ke setiap sudut kedai terang berarsitektur kuno itu.
Kedai yang tidak terlalu besar, tidak pula terlalu ramai, dengan lagu-lagu jazz
pelan yang mengalun sepanjang 50 menit terakhir kedatangannya di situ. Putri
kecilnya yang baru menginjak usia 4 tahun sudah tertidur di pangkuannya. Sofa
merah yang empuk sepertinya sukses memanggil-manggil Si Kecil ke alam mimpi
untuk memberikan me-time ibunya.
Sabtu, 11 Juni 2016
Catatan Senggang Lepas Nonton Serial Drama Jepang : I’m Home
“Pada saat itu, yang terpikir olehku hanya…pulang”
Salah satu penggalan dialog yang diucapkan Ieji Hisashi (Kimura Takuya) saat
mengenang detik-detik sebelum terjadinya
kecelakaan yang membuat Hisashi kehilangan memori 5 tahun terakhir-nya. Diceritakan
kemudian, kecelakaan tersebut membuat Hisashi tidak bisa melihat rupa istri dan
anaknya karena selalu dibayangi topeng. Topeng, yang bertindak seperti
dinding yang menyembunyikan hal-hal otentik di baliknya.
Minggu, 15 Mei 2016
Jarak
Suatu hari, ketika
sedang menunggu seduhan kopi di kedai teman, ada sebuah pesan masuk ke ponsel
saya. Ngobrol pendek, lalu si pengirim pesan tanya apakah saya suka sastra. Saya
sejujurnya agak bingung mau jawab apa, karena kalau sastra-nya beneran sastra,
saya nggak pernah baca. Ya gimana mau baca, buku Food Engineering sama Mikrobiologi Pangan Pengolahan lebih menarik
sih (haha mbelgedes ndobos banget). Tapi
saya jawab, “Iya dulu suka bikin puisi”.
Selasa, 10 Mei 2016
Memoritmo : Petualangan Para Pendengar

Adalah Maradilla Syachridar, penggagas project buku ini. Ditilik dari profilnya, mbak-mbak ini ternyata adalah additional vocal dan synthetizer di Homogenic. Ia membuka buku ini dengan pertanyaan : lagu apa yang paling bermakna dalam hidupmu, lalu melempar pertanyaan itu ke 13 musisi dan music enthusiast pengisi buku ini.
Minggu, 01 Mei 2016
Cerita Seduh : Arabika Kerinci di Kedai Anak Lanang
![]() |
Reza |
Satu. Mereka
menyewa sebuah rumah kuno berarsitektur Belanda dengan bagian belakang rumah
yang masih dalam rekonstruksi. Pintu, jendela, dan kursi anyam yang mereka
pilih untuk interior kedai sungguh sangat “rumahan”. Ada sebuah meja bar
panjang dari kayu sebagai tempat untuk melakukan aktivitas seduh kopi di dalam
rumah, dan sebuah rak buku anyam menempel di salah satu sudut rumah. Pintunya
bercat hijau pastel, menambah ke-old
school-an tempat ini. Haha.
Sabtu, 30 April 2016
Setahun di lampung (bagian 2)
[lanjutan]
Belanja di pasar
Belanja di pasar
Di bawah ini saya ambilkan
beberapa cuplikan menarik yang saya temui ketika melakukan transaksi di pasar
tradisional. Antara heran, bingung, sekaligus bikin ketawa kalau diingat-ingat.
Setahun di Lampung (bagian 1)
Selamat setahunan!!
Iya, selamat setahunan di
Lampung. Seru banget kota ini. Lain daripada yang lain!!! :D Untuk yang belum
pernah ke Lampung dan berencana memiliki karir panjang di Lampung, saya bantu
kasih gambaran sedikit nih seperti apa di sini, walau hanya gambaran umum.
Boleh percaya boleh enggak, tapi yang pasti ini kumpulan cerita dari apa-apa
yang saya temui dan alami selama setahun ke belakang. Mariii...
Cerita Seduh : Red Bourbon
Saya lagi punya project kecil untuk mencatat setiap kopi yang diseduhkan buat saya. Namanya Brewing Story Project atau bahasa gampangnya cerita seduh. Dalam cerita super singkat, saya pingin menampilkan profil seduhan yang dikasih ke saya secara detil, berikut penyeduhnya, notes yang timbul, dan foto. Belum selengkap itu sih, tapi ini lagi usaha. Dimulai dari kopi.
Kenapa saya melakukan ini? Sederhana aja, sambil belajar, sembari menghargai setiap seduhan dan karya orang lain. Saya buka pakai cerita pertama ya.
Label:
ceritaseduh,
kopi,
lampung,
rasa
Minggu, 13 Maret 2016
Kejutan Way Ratai (2)
[lanjutan]
![]() |
fiuh |
Ini baru
cerita menuju kebun kopi. Belum kisah jalan pulangnya. Jadi ketika di atas
gunung, hujan turun deras sekali. Sudah terbayang di benak saya bagaimana
licinnya jalan pulang nanti. Dan benar saja. Beberapa korban terpeleset unjuk
gigi, saya sendiri sempat terjerembab sekali bertumpu lutut, sekali terjun
bebas sampai harus menggapai rumput liar untuk menghentikan plesetan, dan
beberapa kali harus lari-lari karena ketidakmampuan
mengendalikan rem kaki lalu berakhir dengan melompat ke rerumputan terdekat
untuk menghentikan laju. Sebagian besar dilakukan dengan kemayu sambil bawa
payung ungu. Haha. Untuk jalan pulang ini, saya hanya sekali naik motor selama
5 menit terakhir. Prestasi!
Kejutan Way Ratai (1)
Berawal dari perkenalan kami di
sebuah kedai kopi, Hasti yang membawa bendera Coffee Trip dalam rantai
bisnisnya ini membuat saya penasaran. Saya sendiri bukan maniak kopi, tapi saya
suka sekali kopi (dan coklat #tetep). Lalu ada tawaran piknik ke kebun kopi? Wuah,
orang dengan tingkat penasaran setinggi saya tentu saja nggak bisa tinggal
diam. Akhirnya, begitu ada kesempatan, mintalah saya sama Hasti untuk diikutkan
dalam trip, terserah trip siapapun, sebagai peserta. Rombongan yang bersama
saya kemarin kebetulan adalah guru-guru TK dan SD di sekolah Tunas Mekar
Indonesia, Bandar Lampung.
Ada beberapa kejutan di piknik
kopi kali ini. Karena panjang, saya pecah jadi 2 bagian ya.
Minggu, 14 Februari 2016
The Boss' Talks
Apa yang
lebih baik ketimbang bertemu orang-orang menyenangkan yang suka berbagi,
menjalani hari-harinya secara rendah hati, dan tahu ke mana arah hidup mereka akan
berjalan? Namanya Sueng dan Hasti, orang-orang yang ceritanya semalam bikin saya masuk kamar kosan sambil
ngelamun.
Sabtu, 13 Februari 2016
Langit Samping Jendela
Tulisan super pendek (pas 200 kata) dalam rangka iseng menanggapi tantangan salah satu penerbit di Jogja untuk menulis dengan tema "petir" tanpa ada kata-kata petir di dalamnya. Aneh sih jadinya, tapi biarlah. Akhirnya menulis fiksi lagiiiiii kyaaaa.
Seorang
wanita datang ke kedai. Katanya dia mencari tempat duduk dimana ia bisa melihat
langit dengan leluasa. Kukatakan padanya, kedai kami tidak punya ruang terbuka.
Ia
menggeleng. Kata dia, tempat itu ada di kedai ini. Kulirik jendela, awan gelap
menggantung . Kilatan kecil cahaya di sela-selanya menyisik disusul geraman
kecil geluduk. Kutawarkan pada wanita itu untuk duduk di meja bar sementara
kucarikan tempat yang dia maksud.
“Bolehkah?”
tanya wanita itu. Aku tersenyum, dan mengangguk. Duduklah wanita itu di depan
meja bar, memandang ke luar lewat jendela. Tak lama kemudian, hujan benar-benar
turun.
“Mbak dengar
suara barusan? Suara seperti pecahan piring tapi di langit.” Aku tersenyum
kecil. “Pacar saya bilang benar ini tempatnya. Dimana saya bisa lihat langit
luas dan juga dia.”
Belakangan baru
kusadari, meja bar kami terletak 4 anak tangga lebih tinggi daripada lantai
meja para tamu dengan jendela besar tanpa terali dan mengarah ke sawah belakang.
Jendela ini hiburan kami para barista saat menarik nafas dalam sebelum mulai
mengucurkan susu di atas espresso dan me-latte. Wanita ini, tunangan Rama,
barista kami yang beberapa bulan lalu meninggal tertimpa pohon tumbang di
tengah badai hebat dalam perjalanan menuju bandara. Kata Rama sore itu,
“Pacarku dateng. Aku jemput dia dulu ya.”
Senin, 08 Februari 2016
Cerita Ibu PKK - Pencicip Kopi Keliling (1)
Huft.
Rasanya Januari terlalu banyak
perjalanan dadakan yang menguras energi. Oleh karena itu, di bulan Februari
saya memilih untuk lebih banyak berdiam diri. Lalu atas nama kesenggangan waktu
yang demikian banyak di akhir pekan panjang yang tanpa piknik ini, saya buka
tulisan Februari dengan bercerita tentang ketidaksengajaan saya bertemu
kumpulan orang hobi minum kopi di Lampung.
Langganan:
Postingan (Atom)